Senin, 24 Oktober 2011

Oh.. ayah Aku sudah capek!

Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran… “Oh Ayah, ayah” kata sang anak…

“Ada apa?” tanya sang ayah…..

“aku capek, sangat capek … aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek…aku mau menyontek saja! aku capek. sangat capek…

aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! … aku capel, sangat capek …

aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung…aku ingin jajan terus! …

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…

aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku…

aku capek ayah, aku capek menahan diri…aku ingin seperti mereka…mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka ayah ! ..” sang anak mulai menangis…

Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata ” anakku ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”, lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur, dan ilalang… lalu sang anak pun mulai mengeluh ” ayah mau kemana kita?? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang… aku benci jalan ini ayah” … sang ayah hanya diam.

Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang…

“Wwaaaah… tempat apa ini ayah? aku suka! aku suka tempat ini!” sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.
“Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah” ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.
” Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah…?”
” Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?”
” Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”
” Ooh… berarti kita orang yang sabar ya yah? alhamdulillah”
” Nah, akhirnya kau mengerti”
” Mengerti apa? aku tidak mengerti”
” Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi… bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga…

dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah.. seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa anakku, oleh karena itu bersabarlah anakku”
” Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar ”
” Aku tau, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat … begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain,

jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tau akhirnya kan?”


” Ya ayah, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini … sekarang aku mengerti … terima kasih ayah , aku akan tegar saat yang lain terlempar ”
Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.

Berpikir positif akan membuat dunia ini terlihat indah

Suatu ketika seorang pria menelepon Norman Vincent Peale. Ia tampak sedih.Tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Norman mengundang pria itu untuk datang ke kantornya.

“Semuanya telah hilang. Tak ada harapan lagi,” kata pria itu.
“Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam. Aku telah kehilangan hidup ini”.

Norman Vincent Peale, penulis buku “The Power of Positive Thinking”, tersenyum penuh simpati.
“Mari kita pelajari keadaan anda,” katanya Norman dengan lembut.

Pada selembar kertas ia menggambar sebuah garis lurus dari atas ke bawah tepat di tengah-tengah halaman. Ia menyarankan agar pada kolom kiri pria itu menuliskan apa-apa yang telah hilang dari hidupnya. Sedangkan pada kolom kanan, ia menulis apa-apa yang masih tersisa.

“Kita tak perlu mengisi kolom sebelah kanan,” kata pria itu tetap dalam kesedihan.
“Aku sudah tak punya apa-apa lagi.”
“Lalu kapan kau bercerai dari istrimu ?” tanya Norman.
“Hei, apa maksudmu ? Aku tidak bercerai dari istriku. Ia amat mencintaiku !”
“Kalau begitu bagus sekali,” sahut Norman penuh antusias.
“Mari kita catat itu sebagai nomor satu di kolom sebelah kanan “Istri yang amat mencintai”.

“Nah, sekarang kapan anakmu itu masuk penjara ?”
“Anda ini konyol sekali. Tak ada anakku yang masuk penjara !”
“Bagus ! Itu nomor dua untuk kolom sebelah kanan “Anak-anak tidak berada dalam penjara.” kata Norman sambil menuliskannya di atas kertas tadi.

Setelah beberapa pertanyaan dengan nada yang serupa, akhirnya pria itu menangkap apa maksud Norman dan tertawa pada diri sendiri.
“Menggelikan sekali. Betapa segala sesuatunya berubah ketika kita berpikir dengan cara seperti itu,” katanya.

=>Kata orang bijak, bagi hati yang sedih, lagu yang riang pun terdengar memilukan. Sedangkan orang bijak lain berkata, sekali pikiran negatif terlintas di pikiran, duniapun akan terjungkir balik. Maka mulailah hari dengan selalu berfikir positif.

*Tuliskanlah hal-hal positif yang kita pernah dan sedang miliki dalam hidup ini, bebaskan pikiran-pikiran kita dari hal-hal negatif yang hanya akan menyedot energi negatif dari luar diri kita.

Dengan berfikir positif ,kehidupan ini akan terasa amat indah dan tidaklah sekejam yang kita bayangkan. Objek-objek yang berada di sekitar kita akan sangatlah tergantung dari bagaimana cara kita memandang dan mempersepsikannya.

Lingkungan Kita adalah pikiran kita sendiri. Lingkungan akan berbuat positif kepada kita ,jika kita mempersepsikannya baik. Sebaliknya lingkungan akan berbuat negatif kepada kita,ketika kita mempersepsikan sebaliknya/buruk.

Menghukum tanpa Kekerasan

Berikut ini adalah cerita masa muda Dr. Arun Gandhi (cucu dari Mahatma Gandhi)

Waktu itu Arun masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua disebuah lembaga yang didirikan oleh kakeknya yaitu Mahatma Gandhi, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika selatan. Mereka tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tidak heran bila Arun dan dua saudara perempuannya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari ayah Arun meminta Arun untuk mengantarkan ayahnya ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan Arun sangat gembira dengan
kesempatan ini. Tahu bahwa Arun akan pergi ke kota, ibunya memberikan daftar belanjaan untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, ayahnya juga minta untuk mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama. ". Segera Arun menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ayahnya.

Kemudian, Arun pergi ke bioskop, dan dia benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung Arun berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.

Dengan gelisah ayahnya menanyakan Arun "Kenapa kau terlambat?".

Arun sangat malu untuk mengakui bahwa dia menonton film John Wayne sehingga dia menjawab "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu". Padahal ternyata tanpa sepengetahuan Arun, ayahnya telah menelepon bengkel mobil itu. Dan kini ayahnya tahu kalau Arun berbohong.

Lalu Ayahnya berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik- baik.".

Lalu, Ayahnya dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Arun tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima setengah jam, Arun mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayahnya hanya karena kebodohan bodoh yang Arun lakukan.

Sejak itu Arun tidak pernah akan berbohong lagi.

*Pernyataan Arun:*
"Sering kali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya
Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan."

Cerita 2 Serigala


Ada 2 ekor serigala di hutan Rica-rica, serigala B menantang serigala A untuk menangkap seekor kelinci yang sedang makan wortel, tidak jauh dari tempat mereka berdiri,

"Ayo Serigala A, kamu bisa ngga tangkap kelinci itu?" tanya serigala B,

"Ah, itu gampang, lihat saja nih!" Jawab serigala A, dan dengan sigap serigala A itupun melompat ke arah kelinci tersebut, dan berlari mengejarnya.

Sedangkan kelinci yang melihat serigala itu, langsung lari terbirit-birit ketakutan, tanpa pikir panjang wortel yang masih dikunyahnya di lemparkan ke arah serigala tersebut,

"DUAAAKK!!" begitu suaranya..

Karena serigala adalah binatang yang kuat, maka wortel kecil yang mengenai kepalanya tidak terasa sama sekali, serigala tersebut tetap mengejar kelinci itu, 1 menit.. 2 menit.. 3 menit... sampai 5 menit..

Serigala itu belum dapat menangkap kelinci itu, karena kelinci itu larinya lebih kencang. serigala itupun kelelahan, dan menghentikan pengejarannya.

Dengan perasaan yang sangat malu, dia menunduk berjalan dan kembali ke temannya serigala B.

Setelah sampai di tempat serigala B, maka serigala B itupun bertanya, "Bagaimana? Apakah kamu bisa menangkapnya ?" tanya serigala B, lalu serigala A hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih tertunduk.

Serigala B lalu melanjutkan perkataanya : "Kamu tahu, kenapa kamu tidak bisa menangkap kelinci itu? Kamu kalah, karena kamu tidak serius. Kamu berlari mengejar kelinci hanya untuk pamer saja, sedangkan kelinci itu berlari untuk nyawanya."

Kisah 2 Negro dalam lift

Baru-baru ini di Atlantic City - AS, seorang wanita memenangkan sekeranjang koin dari mesin judi. Kemudian ia bermaksud makan malam bersama suaminya. Namun, sebelum itu ia hendak menurunkan sekeranjang koin tersebut di kamarnya. Maka ia pun menuju lift.

Waktu ia masuk lift sudah ada 2 orang hitam di dalamnya. Salah satunya sangat besar . . . Besaaaarrrr sekali. Wanita itu terpana. Ia berpikir, "Dua orang ini akan merampokku." Tapi pikirnya lagi, "Jangan menuduh, mereka sepertinya baik dan ramah."

Tapi rasa rasialnya lebih besar sehingga ketakutan mulai menjalarinya. Ia berdiri sambil memelototi kedua orang tersebut. Dia sangat ketakutan dan malu. Ia berharap keduanya tidak dapat membaca pikirannya, tapi Tuhan, mereka harus tahu yang saya pikirkan!

Untuk menghindari kontak mata, ia berbalik menghadap pintu lift yang mulai tertutup. Sedetik . . . dua detik . . . dan seterusnya. Ketakutannya bertambah! Lift tidak bergerak! Ia makin panik! Ya Tuhan, saya terperangkap dan mereka akan merampok saya. Jantungnya berdebar, keringat dingin mulai bercucuran.

Lalu, salah satu dari mereka berkata, "Hit the floor" (Tekan Lantainya). Saking paniknya, wanita itu tiarap di lantai lift dan membuat koin berhamburan dari keranjangnya. Dia berdoa, ambillah uang saya dan biarkanlah saya hidup.

Beberapa detik berlalu. Kemudian dia mendengar salah seorang berkata dengan sopan, "Bu, kalau Anda mau mengatakan lantai berapa yang Anda tuju, kami akan menekan tombolnya." Pria tersebut agak sulit untuk mengucapkan kata-katanya karena menahan diri untuk tertawa.

Wanita itu mengangkat kepalanya dan melihat kedua orang tersebut. Merekapun menolong wanita tersebut berdiri. "Tadi saya menyuruh teman saya untuk menekan tombol lift dan bukannya menyuruh Anda untuk tiarap di lantai lift," kata seorang yang bertubuh sedang.

Ia merapatkan bibirnya berusaha untuk tidak tertawa. Wanita itu berpikir , "Ya Tuhan, betapa malunya saya. Bagaimana saya harus meminta maaf kepada mereka karena saya menyangka mereka akan merampokku." Mereka bertiga mengumpulkan kembali koin-koin itu ke dalam keranjangnya.

Ketika lift tiba di lantai yang dituju wanita itu, mereka berniat untuk mengantar wanita itu ke kamarnya karena mereka khawatir wanita itu tidak kuat berjalan di sepanjang koridor. Sesampainya di depan pintu kamar, kedua pria itu mengucapkan selamat malam, dan wanita itu mendengar kedua pria itu tertawa sepuas-puasnya sepanjang jalan kembali ke lift.

Wanita itu kemudian berdandan dan menemui suaminya untuk makan malam.

Esok paginya bunga mawar dikirim ke kamar wanita itu, dan di setiap kuntum bunga mawar tersebut terdapat lipatan uang sepuluh dolar.

Pada kartunya tertulis: "Terima kasih atas tawa terbaik yang pernah kita lakukan selama ini."

Tertanda:
> Eddie Murphy
> Michael Jordan

7-UP


Tentu kamu mengenal 7up. merk softdrink rasa jeruk nipis ini terbilang cukup populer di penjuru dunia. dibalik ketenaran merk 7up rupanya ada kisah yang sangat menarik untuk kita pelajari tentang arti "pantang menyerah".

Awal mulanya perusahaan ini mengambil nama 3up sebagai merek sodanya. namun sayangnya, usaha ini gagal. kemudian si pendiri kembali memperjuangkan bisnisnya dan mengganti namanya dengan 4up. malangnya, produk ini pun bernasib sama dengan sebelumnnya. selanjutnya dia berusaha bangkit lagi dan mengganti lagi namanya menjadi 5up. gagal lagi. kecintaanya pada soda membuatnya tak menyerah dan berusaha lagi dengan nama baru 6up. produk ini pun gagal dan dia pun menyerah.

beberapa tahun kemudian, orang lain muncul dan membuat soda dengan nama 7up dan mendapat sukses besar! mungkin kita tidak tahu kapan usaha kita akan membuahkan hasil, tapi suatu saat nanti pastilah waktu itu akan tiba. justru karena kita ga tahu kapan waktu keberhasilan kita, maka jangan pernah kita menghentikan usaha kita dan memutuskan untuk menyerah. 3up gagal, buatlah 4up! 4up gagal, dirikan 5up! bahkan meski harus muncul 6up, 7up, 8up, atau 100up sekalipun, jangan pernah berhenti sampai jerih payah kita membuahkan hasil.

percayalah bahwa Tuhan menghargai usaha kita. keberhasilan ga datang pada orang yang malas berjuang dan gampang menyerah. tunjukan kualitas iman kita melalui ketekunan kita dalam berjuang! tetap semangat!

Mereka yang tidak pernah menyerah

NANCY MATTHEWS EDISON

Suatu hari, seorang bocah berusia 4 tahun, agak tuli dan bodoh di sekolah, pulang ke rumahnya membawa secarik kertas dari gurunya. ibunya membaca kertas tersebut, " Tommy, anak ibu, sangat bodoh. kami minta ibu untuk mengeluarkannya dari sekolah."

sang ibu terhenyak membaca surat ini, namun ia segera membuat tekad yang teguh, " anak saya Tommy, bukan anak bodoh. saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia."

Tommy bertumbuh menjadi Thomas Alva Edison, salah satu penemu terbesar di dunia. dia hanya bersekolah sekitar 3 bulan, dan secara fisik agak tuli, namun itu semua ternyata bukan penghalang untuk terus maju.

tak banyak orang mengenal siapa Nancy Mattews, namun bila kita mendengar nama Edison, kita langsung tahu bahwa dialah penemu paling berpengaruh dalam sejarah. Thomas Alva Edison menjadi seorang penemu dengan 1.093 paten penemuan atas namanya. siapa yang sebelumnya menyangka bahwa bocah tuli yang bodoh sampai-sampai diminta keluar dari sekolah, akhirnya bisa menjadi seorang genius? jawabannya adalah ibunya!

ya, Nancy Edison, ibu dari Thomas Alva Edison, tidak menyerah begitu saja dengan pendapat pihak sekolah terhadap anaknya. Nancy yang memutuskan untuk menjadi guru pribadi bagi pendidikan Edison dirumah, telah menjadikan puteranya menjadi orang yang percaya bahwa dirinya berarti. Nancy yang memulihkan kepercayaan diri Edison, dan hal itu mungkin sangat berat baginya. namun ia tidak sekalipun membiarkan keterbatasan membuatnya berhenti...



 JOANNE KATHLEEN ROWLING
Sejak kecil, Rowling memang sudah memiliki kegemaran menulis. bahkan di usia 6 tahun, ia sudah mengarang sebuah cerita berjudul Rabbit. ia juga memiliki kegemaran tanpa malu-malu menunjukan karyanya kepada teman-teman dan orangtuanya. kebiasaan ini terus dipelihara hingga ia dewasa. daya imajinasi yang tinggi itu pula yang kemudian melambungkan namanya di dunia.

akan tetapi, dalam kehidupan nyata, Rowling seperti tak henti disera masalah. keadaan yang miskin, yang bahkan membuat ia masuk dalam kategori pihak yang berhak memperoleh santunan orang miskin dari pemerintah Inggris, itu masih ia alami ketika Rowling menulis seri Harry Potter yang pertama. ditambah dengan perceraian yang ia alami, kondisi yang serba sulit itu justru semakin memacu dirinya untuk segera menulis dan menuntaskan kisah penyihir cilik bernama Harry Potter yang idenya ia dapat saat sedang berada dalam sebuah kereta api. tahun 1995, dengan susah payah, karena tak memiliki uang untuk memfotocopy naskahnya, Rowling terpaksa menyalin naskahnya itu dengan mengetik ulang menggunakan sebuah mesin ketik manual.

naskah yang akhirnya selesai dengan perjuangan susah payah itu tidak lantas langsung diterima dan meledak di pasaran. berbagai penolakan dari pihak penerbit harus ia alami terlebih dahulu. diantaranya, adalah karena semula ia mengirim naskah dengan memakai nama aslinya, Joanne Rowling. pandangan meremehkan penulis wanita yang masih kuat membelenggu para penerbit dan kalangan perbukuan menyebabkan ia menyiasati dengan menyamarkan namanya menjadi JK Rowling. memakai dua huruf konsonan dengan harapan ia akan sama sukses dengan penulis cerita anak favoritnya CS Lewis.

akhirnya keberhasilan pun tiba. Harry Potter luar biasa meledak dipasaran. semua itu tentu saja adalah hasil dari sikap pantang menyerah dan kerja keras yang luar biasa. tak ada kesukdedan yang dibayar dengan harga murah.

Minggu, 23 Oktober 2011

Tebarlah Kebaikan Setiap Hari

Dikisahkan, ada seorang pemuda berusia menjelang 30 tahun. Namun sayangnya, ia hanya memiliki kemampuan berpikir layaknya anak berumur di bawah 10 tahun. Ibunya dengan penuh kasih memelihara dan mendidik si anak agar kelak bisa hidup mandiri dengan baik, terlebih karena ia merasa anaknya punya kemampuan berpikir yang sangat minim.

Si anak sangat mencintai ibunya. Suatu hari dia berkata, "Ibu, aku sangat senang melihat ibu tertawa, wajah ibu begitu cantik dan bersinar. Bagaimana caranya agar aku bisa membuat ibu tertawa setiap hari?"

"Anakku, berbuatlah baik setiap hari. Maka, ibu akan tertawa setiap hari," jawab si ibu. "Lantas, bagaimana caranya berbuat baik setiap hari?" tanya si anak.

"Berbuat baik adalah jika kamu bekerja, bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Bantulah orang lain terutama orang-orang tua yang perlu dibantu, sakit atau kesepian. Kamu bisa sekadar menemani atau membantu meringankan pekerjaan mereka. Perlakukanlah orang-orang tua itu sama seperti kamu membantu ibumu. Pesan ibu, jangan menerima upah ya. Setelah selesai membantu, mintalah sobekan tanggalan dan kumpulkan sesuai urutan nomornya. Kalau nomornya urut artinya kamu sudah berbuat baik setiap hari, dengan begitu ibu pun setiap hari pasti akan senang dan tertawa," jawab si ibu sambil membelai sayang anak semata wayangnya.

Sejak ibunya meninggal, karena kenangan dan keinginannya melihat ibunya tertawa, setiap hari sepulang kerja, dia berkeliling kampung membantu orang-orang tua, kadang memijat, menimba air, memasakkan obat, atau sekadar menemani dengan senang dan ikhlas. Bila ditanya orang kenapa hanya sobekan tanggalan yang diterimanya setiap hari? Dia pun menjawab, "Karena setiap hari, setibanya di rumah, sobekan tanggalan yang aku kumpulkan, kususun sesuai dengan nomor urutnya. Maka setiap hari aku seakan bisa mendengar Ibuku sedang melihatku dan tertawa bahagia di atas sana."

Si pemuda yang berpikiran sederhana itu telah menjadi sahabat banyak orang di desa. Sehingga suatu ketika, atas usul dari seluruh warga, karena kebaikan hatinya, dia dianugerahi oleh pemerintah bintang kehormatan dan dana pensiun selama hidup untuk menjamin tekadnya, yakni agar setiap hari bisa membantu orang lain di sisa kehidupannya.

Kesabaran seorang lelaki sejati..

Mereka saling mencintai, namun Jessica sejak awal menutupi semua perasaan cintanya terhadap John..Ia begitu takut apabila John mengetahui betapa ia mencintai pria itu, John lantas meninggalkannya sebagaimana kekasih-kekasihnya selama ini..Tapi tidak bagi John..Ia selalu menyatakan perasaan cintanya kepada Jessica dengan tulus dan begitu terbuka..Setiap saat ketika bersama Jessica, John selalu menunjukkan cintanya yang besar, seolah-olah itulah saat akhir John bersama Jessica.. 

Tahun kedua pernikahan mereka.John mengajak Jessica berjalan-jalan ke taman..Meski terpaksa, Jessica akhirnya mau juga ke tempat dimana dulu perasaannya begitu berbunga-bunga saat bersama John..Tetapi Jessica menolak rangkulan John, dan berkata, “Jangan, John..Aku malu..”..John tersenyum dan berkata, “Ya, aku mengerti..” Jessica melihat kekecewaan dimata John, namun tidak melakukan apapun untuk menghilangkan kekecewaan itu..
Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..” Tuhan..Ampuni aku yang tidak bisa membawa istriku untuk lebih dekat padaMU pagi hari ini..Mungkin tidurnya kurang karena pikirannya yang sedang berat..Tapi aku yakin, Tuhan besok Jessica mau bersama-sama denganku bercakap-cakap kepadaMu..Tuhan, Engkau juga tahu kesedihanku saat Jessica meolak kurangkul ketika ke taman hari ini. Tapi tidak apa-apa Dia sedang datang bulan, mungkin karena itu perasaannya juga jadi lebih sensitive Mampukan aku untuk melihat suasana hati istriku, Tuhan.” 

Tahun ketiga pernikahan mereka. Mereka kini mempunyai seorang putera bernama Mark. Jessica menjadi tidak pernah lagi meneruskan kebiasaannya membaca bersama John sebelum tidur. Jessica semakin sering menolak ciuman John..
Jessica memarahi John habis-habisan sore itu ketika John lupa mencuci tangan saat akan menggendong Mark ketika John pulang kerja..Jessica tahu betapa hal itu membuat John terpukul..Namun idealismenya terhadap mendidik Mark membuat Jessica mengabaikan perasaan John..Dan John tetap tersenyum..
Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..“Tuhan, Engkau tahu betapa sedih hatiku saat ini..Semenjak kelahiran Mark, aku kehilangan begitu banyak waktu bersama Jessica..Aku merindukan saat-saat kami membaca bersama sebelum tidur dan menciuminya sebelum ia tertidur..Tapi tidak apa-apa..Dia begitu capek mengurusi Mark seharian saat aku bekerja di kantor..Hanya saja, biarkanlah dia tetap terus tertidur dalam pelukanku, Tuhan….Karena aku begitu mencintainya. Sore tadi Jessica memarahiku karena aku lupa mencuci tangan saat menggendong Mark, Tuhan..Aku begitu kangen pada anakku sehingga teledor melakukan sebagaimana yg diminta istriku..Engkau tahu betapa aku terluka akan kata-kata Jessica, Tuhan..Tapi tidak apa-apa..Jessica mungkin hanya kuatir terhadap kesehatan anak kami Mark apabila aku langsung menggendongnya. .Kesehatan Mark lebih penting daripada harga diriku.” 

Tahun keempat pernikahan mereka.. Jessica tidak ingat memasak makanan kesukaan John di hari ulang tahunnya...  

Tahun kelima pernikahan mereka. Jessica menampar dan menyalahkan John karena Mark sakit sepulang mereka berenang..John terlalu asyik bermain-main dengan Mark sehingga tidak menyadari betapa Mark sangat sensitive terhadap dinginnya air kolam renang, yang mengakibatkan Mark terpaksa dirawat dirumah sakit….
Jessica mengancam akan meninggalkan John apabila terjadi apa-apa dengan Mark..Jessica melihat genangan air mata di mata John, namun kekerasan hatinya lebih menguasainya ketimbang perasaan John.
Tetapi Malaikat tahu betapa saat itu John lantas menuju ke Kapel rumah sakit dan memanjatkan doanya sambil menangis..” Tuhan..Tadi Jessica menamparku karena kelalaianku menjaga Mark sehingga dia sakit.. Belum pernah Jessica bersikap dan berkata sekasar itu padaku, Tuhan..Tapi tidak apa-apa..Jessica benar-benar kuatir terhadap anak kami sehingga ia bersikap demikian..Tapi Tuhan, aku begitu terluka saat ia mengatakan akan meninggalkanku. Engkau tahu betapa ia adalah belahan jiwaku. Jangan biarkan hal itu terjadi, Tuhan..Mungkin dia begitu dikuasai kekuatiran sehingga melampiaskannya padaku..Tidak apa-apa, Tuhan..Tidak apa-apa. Asal dia mendapat ketenangan, aku akan merasa bersyukur sekali.. Dan sembuhkanlah putera kami, Mark agar dia boleh kembali dapat ceria dan bermain-main bersama kami lagi, Tuhan..” 

Tahun keenam pernikahan mereka.. Jessica semakin menjaga jarak dengan John setelah kehadiran Rebecca, puteri mereka..Jessica tidak pernah lagi menemani John makan malam karena menjaga puteri mereka yang baru berusia 5 bulan..
Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..“Tuhan, Aku begitu kesepian melewatkan makan malam sendirian tanpa Jessica bersamaku.. Aku begitu ingin terus bercerita dan tertawa bersamanya di meja makan..Engkau tau, itulah penghiburanku untuk melepas kepenatanku setelah seharian bekerja di kantor..Tapi tidak apa-apa..Rebecca tentu lebih membutuhkan perhatiannya daripadaku.. Lagipula, Mark kadang-kadang mau menemaniku.. Hanya saja, jangan biarkan aku memendam sakit hati kepada Jessica karena menjual kalung pemberianku. .Engkau tau begitu lama aku menabung dan bekerja ekstra demi menghadiahinya kalung itu, hanya untuk membuktikan terima kasihku padanya atas kesetiaan dan pengabdiannya sebagai istriku dan ibu dari anak-anakku. Ampuni aku apabila tadi aku sempat berpikir untuk marah padanya..” 

Tahun ketujuh pernikahan mereka.. Jessica sama sekali tidak mengindahkan kebiasaannya membelai kepala John dan mencium kening suaminya sebelum John berangkat kantor..Padahal Jessica tau, selama ini apabila dia lupa melakukannya, John selalu kembali kerumah siang hari demi mendapatkan belaian dan ciuman Jessica untuknya..Karena John tidak akan pernah tenang bekerja apabila hal itu belum dilakukan Jessica padanya..Jessica tidak mengucapkan I LOVE YOU untuk kali pertama dalam 7 tahun pernikahan mereka..
Dan di tahun ketujuh itu pula, John mengalami kecelakaan saat akan berangkat ke kantor..Ia mengalami pendarahan yang hebat, yang membuatnya terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit.. 

Jessica begitu terguncang dan terpukul.. Ia begitu takut kehilangan John, suami yang dicintainya. .Yang selalu ada kapan saja dia butuhkan..Yang selalu dengan tersenyum menampung semua emosi dan kemarahannya. Yang tak pernah berhenti mengatakan betapa John mencintainya. . Tak sedikitpun Jessica beranjak dari sisi tempat tidur John..Tangannya menggenggam erat jemari suaminya yang terbaring lemah tak sadarkan diri..Bibirnya terus mengucapkan I LOVE YOU, karena ia ingat kalau ia belum mengatakan kalimat itu hari ini..
Karena begitu sedih dan lelah menunggui John, Jessica tertidur..Dalam tidurnya, malaikat yang selama ini mendengar doa-doa John pada Tuhan membawa Jessica melihat setiap malam yg John lewatkan untuk mendoakan Jessica..Ia menangis sedih melihat ketulusan dan rasa cinta yg besar dari John padanya..Tak sedikitpun John menyalahkannya atas semua sikapnya yang tidak mempedulikan perasaan dan harga diri John selama ini..Alih-alih demikian, John malahan menyalahkan dirinya sendiri.. Jessica menangis menahan perasaannya. Dan untuk kali pertama dalam hidupnya, Jessica berdoa, “Tuhan, ampuni aku yang selama ini menyia-nyiakan rasa cinta suamiku terhadapku.. Ampuni aku yang tidak memahami perasaan dan harga dirinya selama ini.. Beri aku kesempatan untuk menunjukkan cintaku pada suamiku, Tuhan.. Beri aku kesempatan untuk meminta maaf dan melayaninya sebagai suami yang kucintai..” 

Dan ketika Jessica terbangun, Ia melihat pancaran kasih suaminya menatapnya..” Kamu keliatan begitu lelah, sayang.. Maafkan aku yang tidak berhati-hati menyetir sehingga keadaannya mesti jadi begini dan membuatmu kuatir..Aku tidak konsentrasi saat menyetir karena memikirkan bahwa kau lupa mengatakan I LOVE YOU padaku..”..Belum selesai John berbicara, Jessica lantas menangis keras dan menghambur ke pelukan suaminya..
“Maafkan aku, John..Maafkan aku..I LOVE YOU..I really Love you..Kaulah matahariku, John..Aku tidak bisa bertahan tanpamu..Aku berjanji tidak akan pernah lupa lagi mengatakan betapa aku mencintaimu. .Aku berjanji tidak akan pernah mengabaikan perasaan dan harga dirimu lagi..I LOVE YOU, John..I LOVE YOU.”      

Jumat, 21 Oktober 2011


Reo dan July adalah sepasang kekasih yang serasi walaupun keduanya berasal dari keluarga yang jauh berbeda latar belakangnya. Keluarga July berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan, sedangkan keluarga Reo hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya pada tanah sewaan.

Dalam kehidupan mereka berdua, Reo sangat mencintai July. Reo telah melipat 1000 buah burung kertas untuk July dan July kemudian menggantungkan burung-burung kertas tersebut pada kamarnya. Dalam tiap burung kertas tersebut Reo telah menuliskan harapannya kepada July. Banyak sekali harapan yang telah Reo ungkapkan kepada July. “Semoga kita selalu saling mengasihi satu sama lain”,”Semoga Tuhan melindungi July dari bahaya”,”Semoga kita mendapatkan kehidupan yang bahagia”,dsb. Semua harapan itu telah disimbolkan dalam burung kertas yang diberikan kepada July.

Suatu hari Reo melipat burung kertasnya yang ke 1001. Burung itu dilipat dengan kertas transparan sehingga kelihatan sangat berbeda dengan burung-burung kertas yang lain. Ketika memberikan burung kertas ini, Reo berkata kepada July: “ July, ini burung kertasku yang ke 1001. Dalam burung kertas ini aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Semoga kita dapat mencintai sampai kita menjadi kakek nenek dan sampai Tuhan memanggil kita berdua ! “

Saat mendengar Reo berkata demikian, menangislah July. Ia berkata kepada Reo : “Reo, senang sekali aku mendengar semua itu, tetapi aku sekarang telah memutuskan untuk tidak menikah denganmu karena aku butuh uang dan kekayaan seperti kata orang tuaku!” Saat mendengar itu Reo pun bak disambar geledek. Ia kemudian mulai marah kepada July. Ia mengatai July matre, orang tak berperasaan, kejam, dan sebagainya. Akhirnya Reo meninggalkan July menangis seorang diri.

Reo mulai terbakar semangatnya. Ia pun bertekad dalam dirinya bahwa ia harus sukses dan hidup berhasil. Sikap July dijadikannya cambuk untuk maju dan maju. Dalam Sebulan usaha Reo menunjukkan hasilnya. Ia diangkat menjadi kepala cabang di mana ia bekerja dan dalam setahun ia telah diangkat menjadi manajer sebuah perusahaan yang bonafide dan tak lama kemudian ia mempunyai 50% saham dari perusahaan itu. Sekarang tak seorangpun tak kenal Reo, ia adalah bintang kesuksesan.

Suatu hari Reo pun berkelilingkotadengan mobil barunya. Tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri tua tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu kelihatan lusuh dan tidak terawat. Reo pun penasaran dan mendekati suami istri itu dengan mobilnya dan ia mendapati bahwa suami istri itu adalah orang tua July. Reo mulai berpikir untuk memberi pelajaran kepada kedua orang itu, tetapi hati nuraninya melarangnya sangat kuat. Reo membatalkan niatnya dan ia membuntuti kemana perginya orang tua July.

Reo sangat terkejut ketika didapati orang tua July memasuki sebuah makam yang dipenuhi dengan burung kertas. Ia pun semakin terkejut ketika ia mendapati foto July dalam makam itu. Reo pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam July untuk menemui orang tua July.

Orang tua July pun berkata kepada Reo :”Reo, sekarang kami jatuh miskin. Harta kami habis untuk biaya pengobatan July yang terkena kanker rahim ganas. July menitipkan sebuahsuratkepada kami untuk diberikan kepadamu jika kami bertemu denganmu.” Orang tua July menyerahkan sepucuksuratkumal kepada Reo.

Reo membacasuratitu. “Reo, maafkan aku. Aku terpaksa membohongimu. Aku terkena kanker rahim ganas yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu, karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu jatuh dalam kehidupan sentimentil yang penuh keputusasaan yang akan membawa hidupmu pada kehancuran. Aku tahu semua tabiatmu Reo, karena itu aku lakukan ini. Aku mencintaimu
Reo................................

July “ Setelah membacasuratitu, menangislah Reo. Ia telah berprasangka terhadap July begitu kejamnya. Ia pun mulai merasakan betapa hati July teriris-iris ketika ia mencemoohnya, mengatainya matre, kejam dan tak berperasaan. Ia merasakan betapa July kesepian seorang diri dalam kesakitannya hingga maut menjemputnya, betapa July mengharapkan kehadirannya di saat-saat penuh penderitaan itu. Tetapi ia lebih
memilih untuk menganggap July sebagai orang matre tak berperasan.July telah
berkorban untuknya agar ia tidak jatuh dalam keputusasaan dan kehancuran.

Cinta bukanlah sebuah pelukan atau ciuman tetapi cinta adalah pengorbanan untuk orang yang sangat berarti bagi kita.

Buku Harian Sang Pramugrari Yang Mengharukan

Seorang ayah tua yang datang dari desa, membopong sekantung ketela merah kering menempuh jarak jauh pergi menjenguk anaknya yang sedang kuliah di Beijing, tindak tanduknya selama di pesawat telah membuat seorang pramugari yang baik hati menjadi terenyuh. Pramugari tersebut menuliskan rasa harunya itu ke dalam buku harian dan disebar luaskan di internet, "Buku Harian Sang Pramugari" ini dengan cepat telah membuat puluhan ribu Netter terharu…
Saya adalah seorang pramugari biasa dari Eastern Airlines, karena masa kerja saya belum lama, jadi belum menjumpai masalah besar yang tidak bisa dilupakan, setiap hari terlewati dengan hal-hal kecil yaitu menuangkan air dan menyuguhkan teh. Tidak ada kegairahan dalam bekerja, sangatlah hambar. Tapi hari ini, tanggal 7 Juni, saya telah menjumpai suatu kejadian yang merubah pemikiran saya terhadap pekerjaan dan pandangan hidup.

Hari ini kami melakukan penerbangan dari Shanghai ke Beijing, penumpang saat itu sangat banyak, satu unit pesawat terisi penuh. Di antara rombongan orang yang naik pesawat ada seorang paman tua dari desa yang tidak menarik perhatian, dia membopong satu karung goni besar di punggungnya, dengan membawa aroma tanah yang khas dari pedesaan.

Saat itu saya sedang berada di depan pintu pesawat untuk menyambut para tamu, pikiran pertama yang menghampiri saya saat itu adalah masyarakat sekarang ini sudah sangat makmur, bahkan seorang paman tua dari desa pun memiliki uang untuk naik pesawat, sungguh royal.

Ketika pesawat sudah mulai terbang datar, kami mulai menuangkan air, hingga tiba di baris kursi ke 20-an, terlihat paman tua tersebut, dia duduk dengan sangat hati-hati, tegak tidak bergerak sama sekali, karung goninya juga tidak diletakkan di tempat bagasi bawaan, tingkah si paman tua itu menggendong karung goni besar sekilas seperti rak penyangga bola dunia (globe), tegak seperti patung.

Saat ditanya mau minum apa, dengan gugup dia menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata tidak mau. Saat hendak dibantu untuk menyimpan karungnya di tempat bagasi dia juga menolak. Terpaksa kami biarkan dia menggendong karung tersebut. Beberapa saat kemudian tiba waktunya untuk membagikan makanan, kami mendapatkan bahwa dia masih duduk dengan tegak dan tidak bergerak sama sekali, kelihatannya sangat gelisah, saat diberi nasi, dia tetap saja menggoyangkan tangannya menolak tanda tidak mau.

Karenanya kepala pramugari datang menghampirinya dengan ramah menanyakan apakah dia sedang sakit. Dengan suara lirih dia berkata ingin ke toilet tapi dia tidak tahu apakah boleh berkeliaran di dalam pesawat, dia takut merusak barang-barang yang ada di dalam pesawat.

Kami memberitahu dia tidak ada masalah dan menyuruh seorang pramugara mengantarkannya ke toilet. Saat menambahkan air untuk kedua kalinya, kami mendapati dirinya sedang mengamati penumpang lain minum air sambil terus menerus menjilat-jilat bibirnya sendiri, karenanya kami lantas menuangkan secangkir teh hangat dan kami letakkan di atas mejanya tanpa bertanya kepadanya.

Siapa sangka tindakan kami ini membuat ia sangat ketakutan dan berkali-kali ia mengatakan tidak perlu, kami pun berkata kepadanya minumlah jika sudah haus. Mendengar demikian dia melakukan tindakan yang jauh lebih mengejutkan lagi, buru-buru dia mengambil segenggam uang dari balik bajunya, semuanya berupa uang koin satu sen-an, dan disodorkan kepada kami. Kami mengatakan kepadanya bahwa minuman ini gratis, dia tidak percaya. Dia sepanjang perjalanan beberapa kali ia masuk ke rumah orang untuk meminta air minum tetapi tidak pernah diberi, bahkan selalu diusir dengan penuh kebencian.

Akhirnya kami baru mengetahui ternyata demi menghemat uang, sepanjang perjalanannya ia sebisa mungkin tidak naik kendaraan dan memaksakan diri berjalan kaki hingga mencapai kota terdekat dengan bandara, barulah dia naik taksi ke bandara, bekal uangnya tidak banyak, maka dia hanya bisa meminta air minum dari depot ke depot sepanjang perjalanan yang dilewatinya. Sayang sekali dia sering sekali diusir pergi, orang-orang menganggapnya pengemis.

Kami menasihatinya selama beberapa waktu lamanya hingga akhirnya dia mau mempercayai kami, duduk, lalu perlahan-lahan meminum tehnya. Kami menanyakan apakah dia lapar, maukah memakan nasi, dia masih tetap saja mengatakan tidak mau. Dia bercerita bahwa ia memiliki 2 orang putra, keduanya bisa diandalkan dan sangat berguna, keduanya diterima di perguruan tinggi, yang bungsu sekarang kuliah di semester 6, sedangkan si sulung telah bekerja.

Kali ini dia ke Beijing menjenguk anak bungsunya yang sedang kuliah. Karena anak sulung sudah bekerja bermaksud menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersamanya di kota, akan tetapi kedua orang tuanya tidak terbiasa, mereka hanya menetap beberapa waktu lamanya lalu kembali lagi ke desa.

Kali ini karena anak sulungnya tidak ingin sang ayah susah payah naik angkutan, maka dibelikanlah tiket pesawat khusus bagi ayahnya dan bermaksud menemani ayahnya untuk berangkat bersama dengan pesawat karena sang ayah tidak pernah menumpang pesawat sebelumnya, ia sangat khawatir ayahnya tidak mengenali jalan. Akan tetapi ayahnya mati-matian tidak mau naik pesawat karena beranggapan bahwa hal tersebut adalah suatu pemborosan.

Akhirnya setelah bisa dinasihati sang ayah tetap bersikukuh untuk berangkat sendirian, tidak mau anaknya memboroskan uang untuk membeli selembar tiket lagi.

Dia membopong sekarung ketela merah kering yang diberikan pada anak bungsunya. Ketika pemeriksaan sebelum naik ke pesawat, petugas mengatakan bahwa karungnya itu terlalu besar, dan memintanya agar karung itu dimasukkan ke bagasi, namun dia mati-matian menolak, dia bilang takut ketelanya hancur, jika hancur anak bungsunya tidak mau makan lagi. Kami memberitahu dia bahwa barang bawaannya aman jika disimpan disitu, dia berdiri dengan waspada dalam waktu lama, kemudian baru diletakkannya dengan hati-hati.

Selama dalam perjalanan di pesawat kami sangat rajin menuangkan air minum untuknya, dan dia selalu dengan sopan mengucapkan terima kasih. Tapi dia masih bersikukuh tidak mau makan. Walaupun kami tahu perut si paman tua sudah sangat lapar. Sampai menjelang pesawat akan mendarat, dia dengan sangat berhati-hati menanyakan kepada kami apakah kami bisa memberikan sebuah kantongan kepadanya, yang akan digunakan untuk membungkus nasi jatahnya tersebut untuk dia bawa pergi.

Dia bilang selama ini dia tidak pernah mendapatkan makanan yang begitu enak, dan dia akan bawakan makanan itu untuk diberikan kepada anak bungsunya. Kami semua sangat terkejut. Bagi kami nasi yang kami lihat setiap hari ini, ternyata begitu berharganya bagi seorang kakek tua yang datang dari desa ini.

Dia sendiri enggan untuk makan, dia menahan lapar, demi untuk disisakan bagi anaknya. Oleh karena itu, seluruh makanan yang sisa yang tidak terbagikan kami bungkus semuanya untuk diberikan kepadanya agar dibawa. Lagi-lagi dia menolak dengan penuh kepanikan, dia bilang dia hanya mau mengambil jatahnya saja, dia tidak mau mengambil keuntungan dari orang lain. Kami kembali dibuat terharu oleh paman tua ini.




Hi Mommy


Halo mama, aku bayimu. Kamu belum tau aku, karena umurku masih beberapa minggu. Kamu akan segera mengetahui aku tidak lama lagi, aku berjanji. Biarkan aku memberitahumu beberapa hal tentang diriku. Namaku Maria, dan aku memiliki mata dan rambut hitam yang indah. Yah, mungkin saat ini aku belum memilikinya, tapi aku akan memilikinya ketika aku lahir. Aku akan menjadi anakmu satu-satunya, dan kau memanggilku “the one and only”. Aku akan tumbuh tanpa banyak waktu dengan papa, tapi kita akan memiliki satu sama lain. Kita akan saling membantu dan menyayangi. Ketika besar nanti, aku ingin menjadi seorang dokter.

Kau menyadari kehadiranku hari ini mama, kau begitu bahagia dan tidak dapat menunggu untuk memberitakan kabar ini pada semua orang. Yang dapat kau lakukan sepanjang hari adalah tersenyum, dan hidup terasa begitu sempurna. Kau memiliki senyum yang indah, mama. Senyummu adalah wajah pertama yang akan aku lihat dalam hidupku, dan akan menjadi hal yang paling indah yang pernah aku lihat dalam hidupku . Aku sudah tau itu.

Hari ini adalah hari saat kau memberitahu papa. Kau begitu bersemangat untuk memberitahu papa tentang aku. Tapi papa tidak senang, mama. Papa sepertinya marah. Aku tidak yakin kau menyadarinya, tapi papa marah. Papa mulai berbicara tentang sesuatu mengenai uang, tagihan dan hal lain yang belum bisa aku pahami. Kemudian papa melakukan hal yang menakutkan, mama. Papa memukulmu. Aku dapat merasakan bahwa kau terjatuh, dan tanganmu berusaha melindungiku. Aku baik-baik saja, tapi aku sangat sedih. Lantas kau menangis, mama. Itu adalah suara yang tidak aku suka. Suara itu membuatku tidak merasa nyaman. Hal itu membuatku ikut menangis. Setelah itu, papa meminta maaf dan memelukmu kembali. Kau memaafkannya, mama, tapi aku tidak yakin dapat melakukannya. Itu tidak benar. Kau bilang papa mencintaimu, namun mengapa dia menyakitimu? Aku tidak suka itu, mama.

Akhirnya, kau dapat melihatku! Perutmu sedikit membesar, dan kau begitu bangga. Kau pergi dengan mamamu untuk membeli baju baru, dan kau amat sangat bahagia. Kau juga bernyanyi untukku. Kau memiliki suara yang paling indah di dunia. Saat kau menyanyi adalah saat paling membahagiakan untukku. Dan kau berbicara padaku, akupun merasa aman. Sangat aman. Kau hanya perlu menunggu, mama. Ketika aku lahir, aku akan menjadi sempurna hanya untukmu. Aku akan membuatmu bangga, dan akan menyayangimu dengan segenap hatiku.

Sekarang, aku dapat menggerakkan tangan dan kakiku, mama. Aku melakukannya karena kau meletakkan tanganmu ke perut untuk merasakan aku, dan aku tertawa, kau juga tertawa. Aku menyayangimu,mama.

Papa datang mengunjungimu hari ini, mama. Aku sangat takut. Dia berlagak konyol dan berkata melantur. Papa bilang bahwa dia tidak menginginkanmu. Aku tidak tau kenapa, namun itu yang dikatakan papa. Kemudian dia memukulmu lagi, aku sangat marah. Ketika aku besar, aku berjanji tidak akan membiarkanmu terluka! Aku berjanji untuk melindungimu. Papa jahat. Aku tidak peduli bahwa kau berpikir kalau dia adalah orang yang baik, menurutku dia jahat. Dia memukulmu, dan dia bilang, dia tidak menginginkan kita. Dia tidak suka aku. Mengapa dia tidak suka aku, mama?

Kau tidak berbicara denganku malam ini, mama. Apakah semuanya baik-baik saja?

Sudah tiga hari sejak kau bertemu papa. Kau belum berbicara denganku atau menyentuhku atau melakukan apapun setelah kejadian itu. Kau masih menyayangiku kan ma? Aku masih menyayangimu. Aku rasa kau sangat sedih. Satu-satunya waktu dimana aku merasakanmu adalah ketika kau tidur. Kau emmelukku dengan tanganmu, dan aku merasa aman dan hangat. Tapi mengapa kau tidak melakukannya lagi ketika terbangun dari tidur?

Aku berumur 21 minggu hari ini, mama. Tidakkah kau bangga padaku? Kita akan pergi ke suatu tempat hari ini, dan tempat ini adalah tempat yang baru, aku sangat bersemangat. Tempat ini seperti rumah sakit. Aku ingin menjadi dokter ketika aku besar nanti, mama. Aku harap kau bersemangat seperti hanya aku, aku tak dapat menunggu lagi.

Mama, aku merasa takut. Jantungmu masih berdetak, tapi aku tidak tau apa yang kau pikirkan. Dokter berbicara padamu. Aku merasa bahwa sesuatu akan segera terjadi. Aku amat sangat takut, mama. Tolong berkatalah padaku bahwa kau menyayangiku. Lalu aku akan merasa aman lagi. Aku menyayangimu!

Mama, apa yang kau lakukan padaku? Itu sakit! Tolong hentikan mereka, mama! rasanya tidak enak! Mama, tolong… tolong aku, suruh mereka berhenti!

Jangan khawatir mama, aku aman. Aku di surge bersama para malaikat sekarang. Mereka memberitahuku apa yang kau lakukan, dan mereka bilang itu adalah ABORSI.

Kenapa mama? kenapa kau melakukan itu? Tidakkah kau menyayangiku lagi? Kenapa kau melenyapkanku? Aku meminta maaf dengan sangat jika aku melakukan kesalahan, mama. Aku menyayangimu! Aku menyayangimu dengan segenap hatiku. Mengapa kau tidak menyayangiku? Aku ingin hidup, mama! Tolong! Sangat menyakitkan ketika mengetahui bahwa kau tidak peduli denganku, dan tidak berbicara denganku. Tidakkah aku cukup menyayangimu? Tolong katakana kau akan tetap menjagaku, mama. Aku ingin hidup dan tersenyum, dan melihat awan dan melihat wajahmu, serta tumbuh menjadi dokter. Aku tidak ingin berada disini, aku ingin kau menyayangiku lagi! Aku minta maaf kalau aku melakukan kesalahan, Aku sayang mama.

Aku sayang mama.

Kisah Sedih Suami Istri

Sebuah salah pengertian yang mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.

Setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput nenek di kampung untuk tinggal bersama.
Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yang membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.
Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yang menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya.
Suamiku berdiri di depan kamar yang sangat kaya dengan sinar matahari, tidak sepatah katapun yang terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India dan berkata, “Mari,kita jemput nenek di kampung”.
Suamiku berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yang bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman di sana.
Aku seperti sebuah boneka kecil yang kapan saja bisa diangkat dan dimasukan ke dalam kantongnya.
Kalau terjadi selisih paham di antara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi di atas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.
Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah.
Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar,sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suamiku, “Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?”
Aku menjelaskannya kepada nenek, “Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira.”
Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa, “Ibu, ini kebiasaan orang kota, lambat laun ibu akan terbiasa juga.”
Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu tanya itu berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.
Suamiku memencet hidungku sambil berkata, “Putriku, kan kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang sebenarnya.”
Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.
Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan.

Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya.
Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes. Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi di saat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.
Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, di mana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.
Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.
Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis.
Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orangbisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli.

Aku menjadi kecewa dan marah.

“Apa salahku?”

Dia melotot sambil berkata, “Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah makan dengan piring itu bisa membuatmu mati?”
Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana mejadi kaku.
Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa?
Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemoohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata, “Dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?”
Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja.
Saat tidur, suami berkata, “Lu Di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?”
Sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku.
Dan dia akhirnya berkata, “Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi.”
Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yang serba canggung itu.
Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yang sangat mual menimpaku, seakan- akan isi perut mau keluar semua.
Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai di sana aku segera mengeluarkan semua isi perut.

Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yang tajam, di luar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya.
Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata.
Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!
Pertama kali dalam perkimpoianku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh. Suamiku segera mengejarnya keluar rumah. Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.
Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku.
Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi?
Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau, sungguh sangat menyebalkan.
Akhirnya teman sekerjaku berkata, “Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter.”
Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil.
Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu.
Sebuah berita gembira, yang juga terselip kesedihan.
Mengapa suami dan nenek sebagai orang yang berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?
Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun dan memanggilnya.
Dia melihat ke arahku tetapi seakan-akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku.

Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi.

Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi…… mimpiku tidak menjadi kenyataan.
Di dalam taksi air mataku mengalir dengan deras.
Mengapa kesalahpahaman ini berakibat sangat buruk?
Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yang penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya.

Love Is Everything

Sepasang pria dan wanita menikah, dan acara pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan. Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. "Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia....."

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikan mereka bersama. Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing.

Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. "Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman... Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir..... "Maaf, apakah aku harus berhenti ?" tanyanya. "Oh tidak, lanjutkan..." jawab suaminya. Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu".

Dengan suara perlahan suaminya berkata "Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang.... " Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya... Ia menunduk dan menangis.....

Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah disekeliling kita ? Saya percaya kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Kisah sedih si Gadis Miskin


Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaan berupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah bertahun-tahun ia rasakan. Ini adalah cerita kisah seorang gadis yang bernama Muha. Kisah ini diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan burung dan ratapan ranting pepohonan.

Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik. Sebagaimana yang telah kami katakan, sejak kecil ia sudah mengidap penyakit yang kronis. Sejak usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain, bercanda dan bersiul seperti burung sebagaimana anak-anak yang seusianya. Bukankah ia juga berhak merasakannya?

Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat menjalankan kehidupan dengan normal seperti orang lain, walaupun ia tetap berada dalam pengawasan dokter dan bergantung dengan obat.

Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang dideritanya. Ia menjadi seorang remaja yang cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taat beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah habis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yang memaksanya berbaring di tempat tidur selama berhari-hari.

Selang beberapa waktu atas kehendak Allah seorang pemuda tampan datang meminang, walaupun ia sudah mendengar mengenai penyakitnya yang kronis itu. Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi kecantikan, agama dan akhlaknya…kecuali kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu hal yang sangat penting. Tetapi mengapa?

Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan melahirkan anak-anak yang akan mengisi dan menyemarakkan kehidupannya sebagaimana layaknya wanita lain?

Demikianlah hari berganti hari bulan berganti bulan si pemuda memberikan bantuan materi agar si gadis meneruskan pengobatannya di salah satu rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi dorongan moril yang selalu ia berikan.

Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya persiapan pesta pernikahan dan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

Beberapa hari sebelum pesta pernikahan, calonnya pergi untuk menanyakan pengerjaan gaun pengantin yang masih berada di tempat si penjahit. Gaun tersebut masih tergantung di depan toko penjahit. Gaun tersebut mengandung makna kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang pun yang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat gaun tersebut.

Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang mengepakkan sayap putihnya mendekap langit dan memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangat bahagia bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa hari lagi ia akan memasuki hari yang terindah di dalam kehidupannya. Ia akan merasa ada ketenangan jiwa, kehidupan mulai tertawa untuknya dan ia melihat adanya kecerahan dalam kehidupan.

Bila gaun yang indah itu dipakai Muha, pasti akan membuat penampilannya laksana putri salju yang cantik jelita. Kecantikannya yang alami menjadikan diri semakin elok, anggun dan menawan.

Walau gaun tersebut terlihat indah, namun masih di perlukan sedikit perbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih ditinggal di tempat si penjahit. Sang calon berniat akan mengambilnya besok. Si penjahit meminta keringanan dan berjanji akan menyelesaikannya tiga hari lagi. Tiga hari berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan, hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun lebih cepat dan sebenarnya malam itu ia tidak tidur. Kegembiraan membuat matanya tak terpejam. Yaitu saat malam pengantin bersama seorang pemuda yang terbaik akhlaknya.

Si pemuda menelepon calon pengantinnya, Muha memberitahukan bahwa setengah jam lagi ia akan pergi ke tempat penjahit untuk mengambil gaun tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih meyakinkan bahwa gaun itu pantas untuknya. Pemuda itu pergi ke tempat penjahit dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi terdorong perasaan bahagia dan gembira akan acara tersebut yang merupakan peristiwa terpenting dan paling berharga bagi dirinya, demikian juga halnya bagi diri Muha.

Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil tersebut keluar dari badan jalan dan terbalik berkali-kali. Setelah itu mobil ambulans datang dan melarikannya ke rumah sakit. Namun kehendak Allah berada di atas segalanya, beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal dunia. Sementara telepon si penjahit berdering menanyakan tentang pemuda itu. Si penjahit mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum juga sampai ke rumah padahal sudah sangat terlambat.

Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon pengantin wanita. Sekali pun begitu, pihak keluarga tidak mempermasalahkan sebab keterlambatannya membawa gaun itu. Mereka malah memintanya agar memberitahu si pemuda bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit. Kali ini sakitnya tidak memberi Muha banyak kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih berbelas kasih kepadanya, tidak ingin Muha merasa sakit. Sekarang rasa sakit itu benar-benar membuat derita dan kesengsaraan yang melebihi penderitaan yang ia rasakan sepanjang hidupnya yang pendek.

Beberapa menit kemudian datang berita kematian si pemuda di rumah sakit dan setelah itu datang pula berita meninggalnya sang calon pengantinnya, Muha.

Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja, bunga-bunga telah layu dan mati, burung-burung berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malam yang diangan-angankan akan menjadi paling indah dan berkesan itu, berubah menjadi malam kesedihan dan ratapan, malam pupusnya kegembiraan.

Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan toko penjahit. Tiada yang memakai dan selamanya tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaun itu bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang melihatnya pasti akan bertanya-tanya, siapa pemiliknya?

[TRUE STORY] Tukang Becak Yang Mulia


Kisah Bai Fang Li ini saya harap menjadi pelajaran hidup bagi kita semua untuk saling membantu sesama kita yang kesusahan, walaupun hidup serba pas-pasan tetapi tetap membantu orang tanpa pamrih.

Tak perlu menggembar-gemborkan sudah berapa banyak kita menyumbang orang karena mungkin belum sepadan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bai Fang Li. Kebanyakan dari kita menyumbang kalau sudah kelebihan uang. Jika hidup pas-pasan keinginan menyumbang hampir tak ada.

Bai Fang Li berbeda. Ia menjalani hidup sebagai tukang becak. Hidupnya sederhana karena memang hanya tukang becak. Namun semangatnya tinggi. Pergi pagi pulang malam mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya. Ia tinggal di gubuk sederhana di Tianjin, China.

Ia hampir tak pernah beli makanan karena makanan ia dapatkan dengan cara memulung. Begitupun pakaiannya. Apakah hasil membecaknya tak cukup untuk membeli makanan dan pakaian? Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun ia lebih memilih menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu.
Tersentuh...

Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya.

Namun yang membuat Bai Fang Li heran, si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya. Ketika ia tanya, ternyata si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan. Ia gunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah di mana.

Bai Fang Li yang berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.

Tak Menuntut Apapun...
Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya. Pada tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk. Saat itu ia membawa sumbangan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000.

Dengan uang sumbangan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru.
Melihat semangatnya untuk menyumbang, Bai Fang Li memang orang yang luar biasa. Ia hidup tanpa pamrih dengan menolong anak-anak yang tak beruntung. Meski hidup dari mengayuh becak (jika diukur jarak mengayuh becaknya sama dengan 18 kali keliling bumi), ia punya kepedulian yang tinggi yang tak terperikan.

Aku Terpaksa Menikahinya.....

Kisah inspiratif untuk para istri dan suami

Husbands Dream
Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkimpoianku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya.

Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.

Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus.

Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit.
Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini.

Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Kamis, 20 Oktober 2011

Ayahku Seorang Tukang Batu

Alkisah, sebuah keluarga sederhana memiliki seorang putri yang menginjak remaja. Sang ayah bekerja sebagai tukang batu di sebuah perusahaan kontraktor besar di kota itu. Sayang, sang putri merasa malu dengan ayahnya. Jika ada yang bertanya tentang pekerjaan ayahnya, dia selalu menghindar dengan memberi jawaban yang tidak jujur. "Oh, ayahku bekerja sebagai petinggi di perusahaan kontraktor," katanya, tanpa pernah menjawab bekerja sebagai apa.

Putri lebih senang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Ia sering berpura-pura menjadi anak dari seorang ayah yang bukan bekerja sebagai tukang batu. Melihat dan mendengar ulah anak semata wayangnya, sang ayahnya bersedih. Perkataan dan perbuatan anaknya yang tidak jujur dan mengingkari keadaan yang sebenarnya membuatnya telah melukai hatinya.

Hubungan di antara mereka jadi tidak harmonis. Putri lebih banyak menghindar jika bertemu dengan ayahnya. Ia lebih memilih mengurung diri di kamarnya yang kecil dan sibuk menyesali keadaan. "Sungguh Tuhan tidak adil kepadaku, memberiku ayah seorang tukang batu," keluhnya dalam hati.

Melihat kelakuan putrinya, sang ayah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Maka, suatu hari, si ayah mengajak putrinya berjalan berdua ke sebuah taman, tak jauh dari rumah mereka. Dengan setengah terpaksa, si putri mengikuti kehendak ayahnya.

Setelah sampai di taman, dengan raut penuh senyuman, si ayah berkata, "Anakku, ayah selama ini menghidupi dan membiayai sekolahmu dengan bekerja sebagai tukang batu. Walaupun hanya sebagai tukang batu, tetapi ayah adalah tukang batu yang baik, jujur, disiplin dan jarang melakukan kesalahan. Ayah ingin menunjukkan sesuatu kepadamu, lihatlah gedung bersejarah yang ada di sana. Gedung itu bisa berdiri dengan megah dan indah karena ayah salah satu orang yang ikut membangun. Memang, nama ayah tidak tercatat di sana, tetapi keringat ayah ada di sana. Juga, berbagai bangunan indah lain di kota ini dimana ayah menjadi bagian tak terpisahkan dari gedung-gedung tersebut. Ayah bangga dan bersyukur bisa bekerja dengan baik hingga hari ini."

Mendengar penuturan sang ayah, si putri terpana. Ia terdiam tak bisa berkata apa-apa. Sang ayah pun melanjutkan penuturannya, "Anakku, ayah juga ingin engkau merasakan kebanggaan yang sama dengan ayahmu. Sebab, tak peduli apa pun pekerjaan yang kita kerjakan, bila disertai dengan kejujuran, perasaan cinta dan tahu untuk apa itu semua, maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat itu."

Setelah mendengar semua penuturan sang ayah, si putri segera memeluk ayahnya. Sambil terisak, ia berkata, "Maafkan putri Yah. Putri salah selama ini. Walaupun tukang batu, tetapi ternyata Ayah adalah seorang pekerja yang hebat. Putri bangga pada Ayah." Mereka pun berpelukan dalam suasana penuh keharuan.

Jendral dan Penggembala Bebek

Seorang jenderal panglima perang beserta sisa pasukannya baru saja kembali dari medan pertempuran. Mereka terlihat sangat kelelahan dan nampak sebagian dari mereka terluka. Perjalanan mereka terhenti di sebuah sungai dan mereka pun beristirahat sejenak melepas lelah sambil mengobati prajurit yang terluka. Saat perjalanan akan dilanjutkan mereka harus menyeberangi sungai itu, air sungai nampak tenang dan membuat sang jenderal mencari-cari lokasi yang dianggapnya tepat untuk menyeberang.

Tak jauh dari tempat itu nampak seorang pengembala bebek, dan sang jenderal bertanya "Hey penggembala bebek, kami harus menyeberang sungai ini, tunjukkan disebelah mana tempat yang aman untuk kami menyeberangi sungai ini?" Si penggembala bebek tergopoh-gopoh berlari mendekati sang jenderal dan segera menunjukkan arah tak jauh dari tempatnya berdiri dimana bebek-bebeknya berada.

Sang jenderal segera menginstruksikan beberapa prajuritnya untuk menaiki kuda masing-masing dan masuk ke sungai ditempat yang ditunjukkan oleh si penggemabal bebek. Namun apa dinyana sesampai ditengah sungai, kuda yang berada di barisan paling depan terperosok dan penunggangnya terjatuh hingga nyaris hanyut terbawa arus sebelum akhirnya tertolong oleh rekan-rekan prajurit lainnya.

Sang jenderal sangat marah dan segera memerintahkan para prajuritnya menangkap si penggembala bebek dan bersiap untuk memenggal kepalanya. "Hey anak muda, sungguh berani sekali kamu menyesatkan kami, hampir saja prajuritku mati gara-gara kamu" si penggembala bebek menangis ketakutan seraya memohon ampun, katanya terbata-bata "Ampun.. ampun.. Tuan.. sungguh saya tidak bermaksud mencelakakan Tuan" Sang jenderal makin geram dan berteriak "Kamu lihat sendiri, arah yang kamu tunjukkan adalah salah, sungai disana sangat dalam dan seekor kuda telah mati gara-gara kamu!"

"Ampun.. Tuan, ampun.. bukankah tadi di tempat itu bebek-bebek saya berenang dengan aman?"

Kali ini sang jenderal tertegun, sejenak berpikir lalu tersadarkan bahwa dirinya telah salah bertanya kepada orang yang tidak tepat. Serta merta dia memerintahkan prajuritnya untuk membebaskan si penggembala bebek itu.

Seorang pria dewasa yang kekanak2an dan wanita dewasa yang juga kekanak2an bermain bersama2..sangat harmonis..

"kalian berpacaran!!" kata teman mereka.

"betulkah?? apakah kami berpacaran?" si pria bertanya kepada orang lain..juga bertanya kepada diri sendiri..ya, mereka tidak bisa membedakan mereka sendiri saling mencintai atau hanya sebuah persahabatan.

maka dari itu, mereka bertanya kepada orang yang bijaksana.

"tolong beritahu kami perbedaan antara persahabatan dan cinta!" pinta mereka.

orang bijaksana itu tersenyum lalu berkata, "kalian mengajukan pertanyaan sulit yang sulit dijelaskan. cinta dan persahabatan seperti sepasang kakak adik yang sangat berbeda. mereka mempunyai kesamaan, tetapi juga memiliki perbedaan yang mendasar. ada kalanya, mereka sangat mudah dibedakan, tapi kadang sangat sulit dibedakan."

"contohnya?" tanya mereka.

"persahabatan dan cinta adalah perasaan paling indah yang dimiliki oleh manusia. ketika mereka membawa kebahagiaan, keindahan dan kebaikan bagi manusia, mereka tidak bisa dibedakan ; tapi ketika meraka menemui kesulitan, maka tidak akan sama."

"misalnya..."

"misalnya, cinta berkata : kamu hanyalah milikku seorang ; persahabatan malah berkata : selain aku, masi boleh ada dia dan dia."

"ketika sahabat datang, ia akan berkata : silahkan duduk, silahkan duduk. ketika orang yang kau cintai datang, kau akan langsung memeluknya, tanpa berkata apapun."

"ketika orang yang kamu cintai melukai hatimu, hatimu akan terluka, tapi kamu justru merindukannya. ketika sahabat melukaimu, kamu bisa meninggalkannya, melupakan luka itu."

"ketika sahabatmu akan pergi jauh, kamu akan tersenyum danberkata : hati hati di jalan..semoga selamat sampai tujuan. tetapi ketika orang yang kamu cintai akan pergi jauh, kamu akan menangis dan berkata : tolong jangan lupakan aku."

" ketika orang yang kamu cintai meninggal, kamu akan berlutut di sebelah makamnya dan berkata : sebenarnya aku juga sudah meninggal bersamamu. ketika sahabatmu meninggal, kamu akan diam2 menyumbangkan se buket bunga untuknya, mengukirkan namanya dalam hatimu, dan diam2 pergi..."

kedua pria dan wanita itu bertatapan dan tertawa, lalu mereka saling bertanya, " ketika aku pergi jauh, kamu akan tertawa kah? atau kamu akan menangis?"
 

MiuAsakura Blog © 2008. Template Design By: SkinCorner