Seorang
Maharaja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia
memutuskan untuk berjalan kaki saja. Baru beberapa meter berjalan di
luar istana kakinya terluka karena terantuk batu. Ia berpikir, “Ternyata
jalan-jalan di negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya.”
Maharaja lalu memanggil seluruh menteri ista
na. Ia memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya
dengan kulit sapi yang terbaik. Segera saja para menteri istana
melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari
seluruh negeri.
Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu,
datanglah seorang pertapa menghadap Maharaja. Ia berkata pada Maharaja,
“Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi
untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang
Paduka perlukan hanyalah dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak
kaki Paduka saja, kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut SANDAL.“
Renungan:
Ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia
menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah
cara pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, bukan dengan jalan
mengubah dunia itu atau bahkan malah menyesali takdir yg telah terjadi
dalam kehidupannya.
Karena kita seringkali keliru dalam
menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran kita, kadang hanyalah suatu
bentuk personal. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang
pemainnya adalah kita sendiri. Tak ada orang lain yang terlibat di sana,
sebab, seringkali dalam pandangan kita, dunia, adalah bayangan diri
kita sendiri.
Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh
masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan
itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit,
atau, melapisi jiwa\batin kita dengan kulit pelapis, agar kita dapat
bertahan melalui jalan-jalan itu?
Rabu, 12 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar