Pada suatu ketika, tampak seorang pemuda yang
sedang melamar pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Dia sudah berhasil
lolos di tes-tes pendahuluan. Dan kini, tiba saatnya dia harus menghadap
kepada pimpinan untuk wawancara akhir.
Setelah melihat hasil tes dan penampilan si pemuda, sang pimpinan bertanya,
"Anak muda, apa cita-citamu?"
"Cita-cita saya, suatu hari nanti bisa duduk di bangku Bapak," jawab si pemuda.
"Untuk bisa duduk di bangku ini, tentu tidak mudah. Perlu kerja keras
dan waktu yang tidak sebentar. Betul kan?" Si pemuda menganggukkan
kepala tanda setuju.
"Apa pekerjaan orang tuamu?" lanjut si pimpinan kepada si pemuda.
"Ayah saya telah meninggal saat saya masih kecil. Ibulah yang bekerja menghidupi kami dan menyekolahkan saya."
"Apakah kamu tahu tanggal lahir ibumu?" kembali pimpinan itu bertanya.
"Di keluarga kami tidak ada tradisi merayakan pesta ulang tahun sehingga saya juga tidak tahu kapan ibu saya berulang tahun."
"Baiklah anak muda. Bapak belum memutuskan apakah kamu diterima atau
tidak bekerja di sini. Tetapi ada satu permintaan bapak. Saat di rumah
nanti lakukan sebuah pekerjaan kecil, yaitu cucilah kaki ibumu dan besok
datanglah kemari lagi."
Walaupun tidak mengerti maksud dan
tujuan permintaan tersebut, demi permintaan yang tidak biasa dan karena
sangat ingin diterima bekerja di sana, dia lakukan juga perintah itu.
Saat senja tiba, si pemuda membimbing ibunya duduk dan berkata, "Ibu
nampak lelah, duduklah Bu. Saya akan cuci kaki Ibu."
Sambil menatap takjub putranya, si ibu menganggukkan kepala.
"Anakku, rupanya sekarang engkau telah dewasa dan mulai mengerti."
Si pemuda pun mengambil ember berisi air hangat. Tak lama, sepasang
kaki ibundanya yang tampak rapuh, berkeriput, dan terasa kasar di
telapak tangannya itu mulai direndam sambil diusap-usap dan dipijat
perlahan. Demi melihat kondisi kaki ibunya yang pecah-pecah karena
bekerja keras selama ini, tanpa terasa airmata pemuda itu menetes
perlahan.
"Ibu, terima kasih, Bu. Ibu telah bekerja berat
selama ini untuk Ananda. Berkat kaki inilah Ananda bisa menjadi seperti
hari ini," ucapnya lirih, terbata-bata menahan tangis. Mereka pun saling
berpelukan dengan penuh kasih dan kelegaan.
Tiba keesokan harinya, sang pimpinan berkata,
"Coba ceritakan, bagaimana perasaanmu saat kamu mencuci kaki ibumu?"
"Saat mencuci kaki ibu, saya mengerti dan menyadari akan kasih ibu yang
rela berkorban demi anaknya. Melalui kaki ibu yang semakin berkeriput
dan tampak rapuh, saya tahu, bahwa saya harus bekerja dengan
sungguh-sungguh demi membaktikan diri kepada ibu saya," ucapnya tulus
tanpa kesan mengada-ada.
Mendengar jawaban si pemuda, akhirnya
si pimpinan menerima dia bekerja di perusahaan itu. Pimpinan itu yakin,
seseorang yang tahu bersyukur dan tahu membalas budi kebaikan orang
tuanya, adalah orang yang mempunyai cinta kasih. Dan orang yang seperti
itu pasti akan bekerja dengan serius, sepenuh hati, dan bertanggung
jawab.
Pesan Cerita :
Pepatah "surga ada di telapak
kaki ibu" sungguh mengandung makna yang sangat dalam, sebab kasih ibu
adalah kasih yang tiada tara dan tak terbalas dengan apapun.
Jika kita mendapatkan restu, apa lagi didukung oleh doa ibu, tentu semua
itu merupakan dukungan yang mengandung kekuatan luar biasa, yang
memungkinkan apa pun yang kita lakukan akan mendatangkan hasil yang
maksimal dan penuh makna.
Untuk itu, selagi orangtua masih
hidup, sudah selayaknya kita memberikan perhatian, layanan, dan
mencintai mereka dengan setulus hati. Bila mungkin ada kesalahan yang
dilakukan oleh orangtua sehingga membuat luka di hati, tidak perlu
disimpan di hati.
Apalagi dengan membalas dan menyakiti hati
mereka. Ingatlah, pengorbanan orangtua, apalagi seorang ibu, tak akan
bisa dinilai atau dihargai dengan materi apa pun bahkan sampai akhir
hayat mereka. Dengan menyelami arti pengorbanan seorang ibu, kita akan
dapat menemukan kasih sayang sejati.
Selasa, 14 Agustus 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar