Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran pekerjaan seorang untuk
menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi
kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon
itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
Saat mulai
bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja
yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada
si penebang pohon.
Hari pertama bekerja,
dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, mendengar hasil kerja
si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus,
“Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu
menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini.
Teruskan bekerja seperti itu”.
Sangat termotivasi oleh pujian
majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi
dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja
lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan
mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang
berhasil dirobohkan.
“Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan
dan kekuatanku, bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku
kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa. Dengan
kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil
kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah
terjadi.
Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”
“Mengasah
kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari
menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga”. Kata si
penebang.
“Nah, disinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja?
Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan
hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama,
menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri,
hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan
waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga
yang sama dan hasil yang maksimal.
Sekarang mulailah mengasah
kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan. Sambil
mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu
dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.
Istirahat bukan berarti berhenti
Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi
Sama
seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam
hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk,
sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu
istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah
pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme
kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis,
berwawasan dan selalu baru !
Dari cerita motivasi kerja diatas,
kiranya Anda semua dapat menyimpulkan bagaimana cara kerja yang baik,
tanpa harus selalu menguras tenaga terus menerus, untuk mendapatkan
hasil kerja yang maksimal. Semoga sedikit cerita motivasi kerja ini
dapat menginspirasi kita semua. Amien
Selasa, 14 Agustus 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar