Senin, 13 Agustus 2012

Memperbaiki Masalah Hubungan Mertua Dan Menantu

Ada sepasang mertua dan menantu yang hubungannya sangat buruk. Mertua senantiasa mengadukan kejelekan menantu kepada anak lelakinya, menantu juga selalu mengeluhkan kesalahan mertua kepada suaminya.

Suatu hari ketika suami baru pulang ke rumah, isteri sudah berkeluh kesah kepadanya.

Begitu ilham datang, suami berkata kepada isteri: “Jika kamu terus ribut dengan ibu juga bukan jalan keluar, bagaimana kalau kita menghabisi ibu saja, agar duri dalam dagingmu dapat dicabut.” Isteri merasa senang mendengarnya, ternyata suami lebih memihak padanya.

Suami melanjutkan: “Perbuatan ini harus dilakukan tanpa meninggalkan bekas. Mulai sekarang kamu harus berpura-pura untuk bersikap baik kepada ibu, agar terwujud citra semu kalau hubungan kalian sangat harmonis, sampai waktunya kalau pun kita menghabisinya, juga tidak ada orang yang menaruh curiga.”

Menantu mulai bersikap menurut kepada mertua. Setelah tiga bulan berlalu, isteri mulai tidak sabaran dan ribut-ribut pada suami: “Aku tidak tahan lagi! Jelas-jelas benci padanya, malah aku harus menuruti semua kemauannya. Malam ini kita harus bertindak, kalau tidak maka ...”

Suami berkata: “Tidak bisa! Kalau sekarang bertindak, para tetangga pasti curiga kalau kita yang melakukannya, kamu harus bersabar lagi, kamu juga harus melepaskan prasangkamu dan berusaha untuk menemukan kelebihan ibu, dengan demikian tentu kamu akan merasa lebih mudah melewati hari-harimu.”

Isteri lalu lebih serius lagi dalam berpura-pura untuk menuruti keinginan mertua. Perubahan menantu awalnya tidak diterima oleh mertua, dia berpikir dalam hati: “Pura-pura saja, aku mau melihat kamu bisa bertahan sampai kapan?” Namun dikarenakan perubahan menantu, tanpa sadar mertua dan menantu mulai bisa berbincang-bincang dan tertawa bersama, mertua juga mulai membantu menantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian dan mengepel lantai.

Setelah tiga bulan lagi, suatu hari suami berkata pada isterinya: “Waktunya sudah tiba, sekarang kita sudah boleh menghabisi ibu.” Begitu mendengar perkataan ini, isteri tersentak dan berkata sambil menangis: “Dulu aku yang salah, itu karena hatiku terlalu sempit dan meremehkan orang, padahal kelebihan ibu sangat banyak, orangnya juga menyenangkan, hanya saja dulu aku tidak tahu.”

Suami juga tersenyum sambil meneteskan air mata, akhirnya mereka berdua sama-sama menangis.

Sejak itu suara tawa mertua dan menantu senantiasa terdengar dalam keluarga ini.

Dikutip dari buku “Wisdom at dawn” karangan Master Cheng Yen (Tzu Chi Founder)

0 komentar:

Posting Komentar

 

MiuAsakura Blog © 2008. Template Design By: SkinCorner